BAZIGHA DAN PESONA YUSUF


Pada mulanya adalah sebuah kekaguman. Seorang wanita jelita nan kaya raya

terpesona akan keindahan Yusuf alaihis salam yang ramai dibicarakan orang.

Rasa kagum tersebut membawanya menemui sang pujaan. Mata menjadi silau dan

bibir pun menjadi kelu; sorot mata sang pujaan menghujam kalbu

sehingga kata-kata tak mampu melukiskan sebuah ketakjuban.

Bazigha, demikian nama wanita tersebut, jatuh pingsan dibuai pesona dan

keindahan Yusuf. Lepas dari puncak keterpesonaannya, Bazigha bangun dan

berlutut seraya memuja ketampanan dan keindahan Yusuf.

Yusuf melangkah mendekati Bazigha. Diringi senyumnya yang menawan Yusuf

menasehati Bazigha, "Ketika matamu melihat keindahan dunia ini,

sesungguhnya itu adalah sepercik tanda (ayat) tentang Dia. Makhluk yang

indah hanyalah sekuntum bunga nan mekar di sebuah taman Allah yang luas

tak bertepi. Jika matamu mampu melihat dibalik kesempurnaan itu, tentulah

engkau akan melihat bahwa kuntum bunga itu tak lain hanyalah cermin yang

memantulkan gambaran wajah-Nya."

"Begitulah Bazigha," Yusuf melanjutkan kalimatnya yang menghentak

kesadaran sang jelita, "penampilanku pada hakekatnya adalah bagaikan

kuntum bunga itu; pantulan wajah ilahi. Namun engkau mesti menyadari bahwa

gambar akan memudar, kuntum bunga akan beranjak layu dan pantulan

cermin pun akan tertutup oleh Cahaya ilahi. Hanya Allah sajalah yang

hakiki dan abadi."

"Untuk itu, duhai Bazigha...mengapa engkau buang waktumu untuk mengagumi

sesuatu yang akan lenyap dan pudar. Pergilah langsung ke sang Sumber tanpa

menunda-nunda lagi."

Bazigha terperangah. Boleh jadi dia terkejut mendapati bahwa sosok nan

sempurna dihadapannya ternyata tidaklah hakiki; hanya sekuntum bunga yang

akan layu dan pantulan cahaya yang tertutup oleh kebesaran Maha Cahaya;

Cahaya di atas cahaya (nur 'ala nur). Keterpesonaannya ternyata baru pada

level "asesoris"; belum "substantif".

Boleh jadi kita seperti Bazigha. Kita terpesona pada hal-hal yang tidak

hakiki. Lihatlah diri kita...betapa kita terpesona akan gelar akademik

yang kita miliki, harta dan anak yang menemani kita, isteri cantik yang

melayani kita bahkan sandang, pangan dan papan yang menjadi incaran kita.

Seperti Yusuf yang menasehati Bazigha, mengapa kita tidak langsung

berjalan menuju sumber segala pesona. Mengapa kita habiskan

waktu kita hanya untuk mengejar kenikmatan kuntum bunga yang akan layu.

Lepaskan ego diri kita, buang rasa takjub kita, dan berjalanlah

menuju-Nya.

Boleh jadi di ujung perjalanan nanti, kita akan terkejut melihat

keindahan-Nya yang hakiki nan abadi. Pada mulanya adalah kekaguman; dan

pada akhirnya adalah: Subhanallah! Maha Suci Allah!

Oleh: Nadirsyah Hosen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berkomentar menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benal