" Sesungguhnya orang yang sangat saya kasihi
dan terdekat denganku pada hari kiamat adalah
orang yang terbaik akhlaqnya. Dan orang yang
sangat aku benci dan terjauh dariku pada hari
kiamat adalah yang banyak bicara, sombong dalam
pembicaraannya dan berlagak menunjukkan kepandai-
annya" (H.R At Tirmidzi).
Membaca tuntas hadits ini sejumput rasa menusuk dalam,
mengajak hati untuk bermuhasabah. Tidakkah kita termasuk
orang yang banyak bicara dan berlagak menunjukkan kepan-
daian ? Tidakkah rasa angkuh meluncur mudah, terselip
dalam setiap kata, penampilan kita, atau tingkah kita ?
Bila jawabnya "ya", astaghfirullah, Rasulullah akan sangat
membenci kita, akan menjauh dari kita pada hari dimana
Pengadilan Besar akan dijalankan, pada hari dimana setiap
hati menjawab apa adanya, pada hari dimana panji islam
dan penganutnya berbaris gembira menuju jannah.
Dalam diinul Islam, dalam dien yang kita rela mati di
dalamnya, dalam aturan hidup yang telah kita ikrarkan janji
untuk menapakinya, dalam agama yang lurus dan diridhaiNya,
akhlaq adalah fondasi yang luar biasa penting. Demikian
pentingnya sehingga, tidaklah diutus Rasulullah selain untuk
memperbaiki akhlaq manusia. Ibarat tubuh manusia, akhlaq
adalah ruh yang mewarnai segala aspek hidup dan kehidupan
manusia.
Kekuatan dan ketangkasan gerak, kemampuan terobosan dan
kecemerlangan pemikiran seorang Muslim, manakala tidak dibalut
dengan budi pekerti, akhlaqul kharimah, maka bisa jadi amala-
nya akan menjadi buih, tak ada manfaat bagi manusia, apalagi
di hadapan Allah Yang Maha Mulia. Atraksi intelektual, akrobat
kata-kata dan sirkus retorika bisa jadi malah berubah menjadi
bumerang yang siap memenggal leher sendiri. Membuahkan rasa
benci pada Muslim lainnya dan bukan membuat mereka tambah ber-
kasih sayang, ingat-mengingati tentang al Haq dengan kesabaran.
Manakala rasa, "sayalah yang paling tahu" muncul di hati
seorang Muslim, maka pada detik itu juga al Haq menjauh dari
lidahnya, pergi membekaskan kekosongan, kering dan pahit bagi
hati orang lain yang mendengar.
Maka tak perlu dipertanyakan lagi betapa akhlaq yang mulia
mutlak diperlukan dan harus kita miliki, apalagi kalau hati
ini sudah terikat dengan jalan yang Allah gariskan, sudah
terpincut pada perjuangan menegakkan kalimahNya, sudah berikrar
hidup dan mati, cinta dan benci hanya untuk menapaki jalan
ketaqwaan, jalan para anbiya dan mursalin, para syuhada dan
shidiiqiin. Tanpa ini harakah islamiyah tak akan dapat digulirkan
secara manhaji, tak akan terbimbing oleh "tangan"-Nya, dan tak
akan sampai pada tujuan yang telah diskenariokanNya.
Namun memperoleh akhlaq islami sesulit menapaki jalan yang
dicontohkan para Nabi, tak semudah mengatakan dan mendiskusikan-
nya. Ia hasil perjuangan hati dan kesabaran, hasil suatu latihan
dan pembinaan, hasil dari kesungguhan tekad dan ketulusan niat.
Karenanya tak heran kalau Nabi bersabda;
"Tak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang
mu'minin di hari kiamat daripada husnul khulq (akhlaq)"
H.R At Tirmidzi
Akhlaqul kharimah sangat tinggi balasannya, kedekatan dan rasa
kasih Rasulullah. Siapa yang tidak ingin dekat dan dikasihi
Rasulullah, pujaan, uswatun khasanah, penyampai sehingga islam
kita terima dan kita syukuri sebagai dien kita ?
Lalu bagaimana cara menumbuh-suburkan akhlaq islami ? Pertanyaan
inilah yang pertama mesti kita dalami.
Hasbunallah wani'mal wakiil.
wassalam,
abu zahra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
berkomentar menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benal